Kemenangan Iran Menghancurkan Mitos Hegemoni Barat

Analisis Geopolitik Internasional

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, rakyat Israel mengungsi keluar dari negaranya sendiri. Israel bukan lagi ‘benteng yang tak tertembus’, tapi kini ia dalam ketakutan permanen.”

Oleh: Nazaruddin

Konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang memuncak pada Juni 2025 telah mengguncang lanskap geopolitik kawasan, dan bahkan dunia.

Serangan langsung Iran ke wilayah-wilayah vital Israel—mulai dari Beersheba, Haifa hingga Tel Aviv—menandai pertama kalinya sebuah negara Muslim secara terbuka dan terorganisir menggempur jantung pertahanan Israel sejak Perang Oktober 1973.

Iran tidak sekadar menghancurkan instalasi militer di Beersheba, mengguncang Tel Aviv, atau menebar kepanikan di Haifa.

Yang lebih penting dan jauh lebih strategis: Iran telah menghancurkan mitos Israel. Dan bukan hanya mitos Israel, tetapi juga mitos-mitos besar yang menopang hegemoni Barat, kemunafikan regional, dan keterbelahan internal dunia Islam sendiri.

“Perang ini bukan semata duel militer. Ia adalah perang narasi, perang moral, perang simbolik. Dan dalam seluruh dimensi itu, Iran menang telak”.

Telanjangi Hipokrisi Barat

Sebelumnya, ketika Israel membunuh puluhan ribu rakyat Palestina, Barat bungkam. Tapi ketika Iran membalas serangan terhadap diplomatnya dengan menghantam jantung militer Israel, AS dan Eropa bereaksi berlebihan.

Kini kondisinya sudah sudah berbalik. Ketimpangan ini tidak lagi bisa disembunyikan. Jutaan orang turun ke jalan di London, Paris, Berlin, dan New York. Kampus-kampus elit AS dipenuhi demonstrasi mahasiswa yang menuntut keadilan untuk Palestina dan menolak keterlibatan militer Amerika dalam perang Zionisme.

Demonstrasi di universitas-universitas elite AS, boikot seniman Eropa, hingga interupsi parlemen di negara-negara Barat adalah cermin bahwa publik mereka sendiri mulai muak terhadap hipokrisi ini.

Dan puncaknya dalam perang Iran – Israel juni 2025, opini dan sikap mayoritas negara dan warga dunia memihak Iran. Tanpa perlu meluncurkan satu pun rudal ke Eropa, Iran telah menelanjangi hipokrisi Barat di hadapan publiknya sendiri.

Runtuhnya Mitos Israel yang Tak Terkalahkan

Satu hal yang sangat simbolik dari konflik ini adalah pecahnya mitos “Israel tak terkalahkan”. Sejak 1948, Israel diuntungkan oleh persepsi bahwa ia dilindungi oleh teknologi supercanggih, dinas intelijen tersakti, dan aliansi abadi dengan Amerika.

Namun pada Juni 2025, ketika sistem pertahanan Iron Dome kewalahan menghadapi ratusan drone dan misil balistik Iran, dunia menyaksikan bahwa benteng itu bisa retak.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, rakyat Israel mengungsi keluar dari negaranya sendiri. Ribuan penerbangan keluar dari Ben Gurion dan Haifa, sistem logistik lumpuh. Investor panik. Israel bukan lagi ‘benteng yang tak tertembus’—ia kini negara dalam ketakutan permanen.

Mempermalukan Dunia Arab dan Turki

Perang ini juga mempermalukan sebagian besar rezim Arab—terutama mereka yang berlomba-lomba menormalisasi hubungan dengan Israel.

Mesir, Yordania, UEA, bahkan Arab Saudi, Qatar semua terdiam atau bahkan bersikap netral ketika Iran menghadapi Israel secara langsung.

Turki, yang kerap lantang secara retoris, pun gagal membuktikan solidaritas strategisnya. Padahal Ankara selama ini kerap memakai isu Palestina untuk mengatrol kredibilitas politik luar negerinya. Kini, Iran-lah yang tampil di medan nyata—bukan sekadar di panggung pidato.

Pembuktikan Keberanian dan Konsistensi Iran

Iran membuktikan bahwa keberanian dan konsistensi bisa menjadi kekuatan geopolitik. Dalam kondisi embargo, tekanan internasional, dan ancaman perang terbuka, Iran justru mengambil inisiatif serangan dan menentukan arah pertempuran.

Ia tidak menggantungkan nasib pada simpati dunia. Ia melawan. Dan dalam sejarah perlawanan, itu adalah modal legitimasi yang jauh lebih kokoh daripada semua resolusi PBB.

Membongkar Keberhasilan Propaganda Israel: Pecah Belah Sunni-Syiah

Namun, kemenangan Iran ini juga menyisakan ironi besar: masih kuatnya propaganda Zionis dalam memecah belah umat Islam.

Saat rudal Iran menghantam Israel, sebagian kelompok umat Islam justru menjadikan momen itu untuk menyerang Iran semata karena identitas Syi’ah-nya.

Alih-alih melihat siapa musuh sejati umat, sebagian dai dan pemimpin opini Muslim malah sibuk memfitnah Iran, menyebutnya kafir, rafidhah, boneka Yahud atau Yahudi dan Persia itu bestie. Ironisnya, fitnah ini justru memperpanjang usia penjajahan Israel. Ketika peluru menembus Israel, lidah sebagian Muslim justru sibuk menembak sesamanya.

Kesimpulan

Ini bukan pembelaan terhadap semua aspek dari Iran yang tentu juga punya banyak persoalan. Tapi dalam konteks geopolitik Timur Tengah, Iran telah memainkan peran yang tak pernah berani dimainkan oleh banyak negara Arab: melawan, bukan merangkul kolonialisme.

Ini juga bukan Sekadar Perang Rudal atau perang teritorial. Ia adalah perang simbol, martabat, dan arah sejarah.

Dan Iran tidak hanya menang secara militer, tetapi menang dalam membalik narasi global, mematahkan mitos, dan menegaskan garis tegas antara perlawanan dan penjajahan.

Iran telah menghancurkan Israel—sebagai mitos, bukan sekadar sebagai negara. Dan dunia tidak akan pernah sama lagi setelahnya.

__________

* Source: Radar Jogja -Jawa Pos

Tagged